Wednesday, November 30, 2011

Loro Jonggrang

0 comments


Asal Mula Terjadinya Candi Prambanan


Candi Prambanan (Loro Jonggrang)

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso. 




Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. "Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!", ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. "Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku," pikir Bandung Bondowoso.
Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. "Kamu cantik sekali, maukah kau menjadi permaisuriku ?", Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. "Laki-laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi permaisurinya", ujar Loro Jongrang dalam hati. "Apa yang harus aku lakukan ?". Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak, maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.
"Bagaimana, Loro Jonggrang ?" desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang mendapatkan ide. "Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya," Katanya. "Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?". "Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya harus seribu buah. "Seribu buah?" teriak Bondowoso. "Ya, dan candi itu harus selesai dalam waktu semalam." Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang, bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada penasehatnya. "Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan Jin!", kata penasehat. "Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang kubutuhkan!"
Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu. Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. "Pasukan jin, Bantulah aku!" teriaknya dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung Bondowoso. "Apa yang harus kami lakukan Tuan ?", tanya pemimpin jin. "Bantu aku membangun seribu candi," pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.
Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas, mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. "Wah, bagaimana ini?", ujar Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. "Cepat bakar semua jerami itu!" perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung. Dung... dung...dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.
Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. "Wah, matahari akan terbit!" seru jin. "Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari," sambung jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu. Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.
Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. "Candi yang kau minta sudah berdiri!". Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. "Jumlahnya kurang satu!" seru Loro Jonggrang. "Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan". Bandung Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. "Tidak mungkin...", kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. "Kalau begitu kau saja yang melengkapinya!" katanya sambil mengarahkan jarinya pada Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu. Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah dan disebut Candi Loro Jonggrang.

Sumber :  
http://www.e-smartschool.com

Photo :
http://db5.skyscrapercity.com/showthread.php?t=583797&page=8
Read full post »

Monday, November 28, 2011

Asal usul Bunga Teratai

0 comments
Diceritakan kembali oleh :
Devi Mega


Bunga Teratai


Dahulu kala ditepi gunung Semeru ada raja yang arif dan bijaksana serta perhatian kepada rakyatnya.Raja itu memimpin kerajaan disana.Raja itu bernama Raja Ranubanu.Raja Ranubanu memiliki putri yang amat cantik yang bernama Dewi Arum.Sang putri memiliki kebiasaan mandi serta senang sekali bermain air.
Pada suatu hari,negara UmbulWenig terserang penyakit.Penduduk desa banyak yang terserang penyakit itu dan banyak penduduk yang tewas.Raja sedih dengan keadaan itu.Sudah banyak tabib yang didatangkan namun tidak berhasil.
Disaat raja sudah pasrah datanglah seorang laki laki yang menghadap raja.Laki laki itu bercerita bahwa dia dapat isyarat bahwa penyakit itu disebabkan oleh salah satu bunga dan bunga itu tumbuh ditenggah danau dan harus diambil oleh putri raja.Raja pun terdiam seketika.
SEtalah memikirkan nasib putrinya,akhirnya putri dipanggil oleh raja.Berangkatlah putri bersama penggawak kesayanggannya.
Setelah menempuh perjalanan yang amat meneganggkan akhirnya sampailah dia disana.Melihat air danau yang sangat jernih dansegar,putri tidak dapat menahan hasratnya untuk berrenang.akhirnya dia mandi sampai lupa wakyu.
Raja dan rakyat setia menunggu kedatangan putri dan pengawalnya.Akhirnya raja menjemput putri dengan perasaaan binggung.
Sesampai disana raja terkejut dan mengumpat putri “Tidak selayaknya kamu menjadi anak raja!!Lebih baik kamu menjadi penunggu danau ini” .Akhirnya putri hilang dan saat itu muncullah bunga teratai yang indah.Dengan persaan menyesal raja membawa pulang bunga itu,dan sembuhlah semua rakyatnya.

AMANAT:JANGANLAH MENYALAHGUNAKAN KEPERCAYAAN ORANG LAIN KEPADA DIRIMU..
NILAI SOSIAL:MENGORBANKAN PUTRI DEMI KESEJATERAAN RAKYATNYA…


Sumber photo :
http://media.tumblr.com/tumblr_kywjulyZYx1qaypke.jpg
Read full post »

Thursday, December 25, 2008

Gua Keramat

0 comments

Cerita Rakyat Rembang

Pada zaman dahulu, daerah Rembang Jawa Tengah pernah terjadi kekeringan yang panjang.Sungai-sungai kering. Orang desa berkumpul untuk berunding mencari jalan keluar. Salah satu penduduk mengusulkan agar menemui Kiai Mojo Agung di Tuban. Beliau dikenal sebagai kiai yang saleh.
Akhirnya seluruh penduduk memutuskan untuk memohon bantuan Kiai Mojo Agung. Mereka menyampaikan maksud kedatangan dan Kiai Mojo Agung menyanggupi dan akan datang sendiri ke Rembang.
Pada suatu hari dinantikan, Kiai Mojo Agung datang. Penduduk yang tampak miskin menyambut kedatangan Kiai MojoAgung.Hati Kiai Mojo Agung terharu menyaksikan keadaan penduduk. Lalu ia tancapkan tongkat besi ke tanah. Ia mulai berdoa. Ia berdoa cukup lama. Selesai berdoa, Kiai mengangkat kepalanya memandang berkeliling. Terdengar suaranya berkumandang.
“Akan datang air dan kura-kura.”
Dengan penuh keheranan,rakyat Rembang menyaksikan gunung batu karang tiba-tiba merekah dan dari guamengalir air jernih.Dalam air itu berenang ikan dan kura-kura.Rakyat Rembang berlutut di hadapan kiai.
Rakyat senang dan memanfaatkan air itu.Kiai MojoAgung membuat tandaberupa gambar sebuah gunung pada dinding gua.Hanya air yang keluar dari gua yang boleh dipergunakan.Selesai itu Kiai Mojo Agung memegang tongkatnya lalu pulang ke Tuban.
Hingga saat ini air dalam gua tersebut dianggap keramat oleh penduduk Rembang.Para orangtua menceritakan mukjizat yang dibuat Kiai Mojo Agung demi menolong rakyat Rembang.

Amanat : Sesama manusia kita harus saling menolong karena setiap orang itu saling membutuhkan.Agar masalah yang dihadapi menjadi ringan karena bantuan dari orang.Apabila kita memberi bantuan kepada oranglain maka apabila kita membutuhkan pertolongan,kita akan diberi pertolongan dari orang lain.

Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita tersebut adalah:
Nilai Religi
Kiai Mojo Agung berdoa kepada ALLAH SWT untuk meminta bantuan agar air datang di daerah Rembang yang sedang mengalami kekeringan.

Nilai Sosial
Kiai Mojo Agung mau membantu penduduk Rembang dalam menghadapi masalah tentang kekeringan.
Nilai Budaya
Masyarakat Rembang menganggap keramat air dalam gua tersebut hingga sampai saat ini.

Sumber : http://sunarno.co.cc/id/?p=44

Read full post »

Sunday, December 21, 2008

Bawang Merah & Bawang Putih

0 comments
Bawang Putih yang piatu suatu hari memiliki ibu dan kakak tiri karena ayahnya menikah lagi. Sayang Ibu dan Saudara tirinya bersikap jahat padanya.

*******
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya. 

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikahi saja ibu Bawang merah supaya Bawang putih tidak kesepian lagi. Maka ayah Bawang putih kemudian menikah dengan ibu Bawang merah. Mulanya ibu Bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada Bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya. 

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri. 

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya. 
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?” 

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” 
“Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu. 
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri tepi sungai. 
Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.
Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba.
“Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah. 


-------
Sumber : 
http://www.freewebs.com/dongengperi/Tales/dong%20indo/merah_putih.html
Read full post »

Saturday, December 20, 2008

Sayembara Ki Ageng Rajekwesi

0 comments
Dahulu di Jawa Tengah tepatnya di daerah Kudus, banyak tokoh-tokoh besar yang sakti mandraguna. Diantaranya tentulah Sunan Kudus, seorang wali besar yang menjadi salah seorang anggota Dewan Dakwa Walisongo. Disamping itu ada juga orang sakti lainnya yaitu Ki Ageng Kedungsari dia adalah warga terpandang di daerah Gebong yang sekarang berada di wilayah Kabupaten Kudus. Ia pun berbahagia dengan seorang anak lelaki yang tampan. Setelah menyaksikan anaknya itu dewasa, berniatlah Ki Ageng untuk menikahkannya. Akan tetapi, anaknya sendiri mengakui belum memiliki pilihan hati. Oleh karena itu, Ki Ageng Kedungsari meminta bantuan sanak kerabatnya untuk mencari seorang gadis yang kelak pantas mendampingi anaknya. Beberapa waktu kemudian, Ki Ageng mendapat kabar bahwa Ki Ageng Rajekwesi di daerah Jepara memiliki seorang gadis yang cantik jelita.
Rencana berkunjung dan melamar ke Jepara segera di persiapkan bersama seluruh kerabat yang semuanya adalah orang-orang terpandang. Dalam lubuk hati Ki Ageng Kedungsari, bersemilar harapan yang indah karena merasa orang yang kaya dan terhormat.

Berangkatlah dengan segala kewibawaan agar tidak dipermalukan orang,” ujar Ki Ageng Kedungsari kepada sanak kerabatnya yang sudah berkemas melaksanakan tugas melamar. Tentu saja ucapan itu di sambut dengan senyum kebanggaan.

Percayalah, kami akan menjadi utusan yang terbaik dari Kedungsari. Siapa yang belum mendengar kewibawaan Ki Ageng? Bodohlah orang yang menolak lamarannya.” Ucapan itu muncul dari seorang pendekar yang akan bertugas menjaga rombongan dari kejahatan selama perjalanan. Sambutan Ki Ageng Rajekwesi di Jepara terhadap utusan Ki Ageng Kedungsari sangat menyenangkan. Jamuan makan dan minum terus mengalir diiringi tarian dan gamelan yang meriah sehingga cepat hilangkan segala keletihan rombongan yang telah menempuh perjalanan yang jauh.

Setelah beramah-tamah secukupnya maka disampaikanlah kehendak Ki Ageng Kedungsari untuk melamar putri Ki Ageng Rajekwesi bagi anak lelakinya yang tunggal. Dikatakan pula bahwa keinginan apa pun dari gadis itu akan terpenuhi dengan sebaik-baiknya.

Mendengar lamaran itu, tersenyumlah Ki Ageng Rajekwesi. Kemudian, ia berkata dengan lembutnya, ”Ki Sanak, terima kasih atas pilihan Ki Ageng Kedungsari terhadap putri kami yang masih bocah. Tetapi, ketahuilah sudah banyak orang yang melamarnya. Namun, sampai saat ini putriku sendiri masih belum menentapkan pilihannya. Yang kudengar, dia sanggup dilamar siapa pun jika mas kawinnya seekor gajah. Nah, sudikah Ki Sanak menyampaikannya kepada Ki Ageng Kedungsari.” Kalimat itu diterima ketua rombongan dengan senyu lega karena teringatlah pada seekor gajah kesayangan Ki Ageng Kedungsari. Kemudian, bergegaslah mereka berpamitan kembali ke Kudus. Konon, Ki Ageng Kedungsari sudah menunggu-nugu hasil utusannya dengan harapan yang indah.

Akan tetapi, terkejutlah hatinya mendengar persyaratan mas kawin seekor gajah. Lama dia pun menimbang-nimbang dan akhirnya mengabulkan permintaan calon menantunya. Jadi, kasih sayangnya terhadap anak mampu mengalahkan kesenangannya sendiri.

Kemudian, tersiarlah kabar dari mulut kemulut penduduk tentang rencana lamaran Ki Ageng Kedungsari yang telah merelakan seekor gajah kesayangannya sebagai mas kawin.

Kabar itupun terdengar oleh Ki Ageng Menawan yang merasa hiri hatinya membayangkan keberhasilan Ki Ageng Kedungsari. Dalam hatinya tumbuh niat yang jahat hendak menggagalkan rencana itu, bahkan ingin merampas gajah Ki Ageng Kedungsari untuk dirinya sendiri. Pikirnya, “Kalau aku memiliki gajah itu pastilah menjadi orang terpandang. Dan sekarang saat yang tepat.

Bergegaslah orang itu bersekongkol dengan sahabatnya yang terkenal dengan sebutan Ki Watu Gede. Dengan semangat yang berkobar-kobar berujarlah dia kepada sahabatnya, “Kelak utusan Ki Ageng Kedungsari pasti melewati daerahmu, membawa harta benda yang mahal-mahal dan menuntun seekor gajah untuk mas kawin putri Rajekwesi. Jangan sia-siakan kesempatan itu, dan rampasannya dibagi dua. Ki Watu Gede boleh memiliki seluruh harta benda yang terbawa, sedangkan aku sendiri hanya ingin memiliki gajahnya. Setuju, bukan?"

Mendengar tawaran itu tertawalah Ki Watu Gede sambil berjanji hendak bekerja sama dengan sebaik-baiknya. Namun, didalam hatinya terbit juga keinginan untuk memiliki sendiri gajah itu agar kelak menjadi orang yang terpandang.

Tidak lama kemudian, rombongan dari Kedungsari telah memasuki wilayah kekuasaan Ki Watu Gede. Mereka baru menempuh setengah perjalanan untuk mencapai daerah Jepara.

Seluruh anggota rombongan itu makin meningkatkan kewspadaan karena sadar telah berada di luar wilayah sendiri. Mereka sudah berpikir bahwa setiap saat bisa terjadi perampokan terhadap harta bendanya. Ternyata musibah itu harus dihadapinya. Pada saat bermalam, datanglah Ki Watu Gede dan Ki Menawan yang bermaksud untuk merampas harta benda dan gajahnya. Tentu saja permintaan itu ditolak mentah-mentah sehingga terjadilah perkelahian yang seru selama berhari-hari. Kedua pihak menguras kesaktiannya, jatuh-bangun dan kalah-menang silih berganti sehingga menjadi kabar yang tersiar luas di kalangan penduduk sampai terdengar oleh Ki Ageng Kedungsari.

Perkelahian semakin seru dengan datangnya KI Ageng Kedungsari yang terbakar hatinya. Namun, sampai sekian hari kemudian tak seorangpun yang terkalahkan.

Akhirnya, tercapailah perundingan untuk membagi gajah it menjadi tiga bagian. Ki Menawa memilki kepalanya, Ki Ageng Kedungsari membawa pulang gembung atau tubuhnya, dan Ki Watu Gede berhak atas pantat dan ekornya.

Dari peristiwa itu kelak berkembanglah kepercayaan bahwa keturunan Ki Menawa adalah orang-orang yang pemberani, keturunan Ki Ageng Kedungsari ditakdirkan banyak rezekinya, dan keturunan Ki Watu Gede dikodratkan selalu kesulitan mencari kehidupan yang layak. Sekarang orang pun dapat menyaksikan ketiga bagian gajah itu sebagai batu-batu yang besar, yaitu di desa Kedungsari dan desa Menawan di wilayah kecamatan Gebong, Kabupaten Kudus. Satu bagian lagi terdapat di desa Watu Gede Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara.

http://www.bali-directory.com/education/folks-tale/SayembaraKiAgengRajekwesi.asp
Read full post »

Friday, December 19, 2008

Lemah Gempal

0 comments

Diceritakan kembali oleh : Farisa

Legenda SemarangSejak zaman Belanda, Semarang sering dilanda banjir. Hal itu tidak mengherankan mengingat daerah Semarang terletak di pantai, sementara di tengah kota melintas sebuah sungai besar. Keadaan seperti itu sangat meresahkan warga, lebih-lebih saat musim penghujan. Karena setiap musim hujan datang maka banjir jiga akan datang. Jika terjadi banjir tidak sedikit harta benda penduduk yang hanyut dibawa air. Bahkan sering pula membawa korban jiwa.
Pemerintah kolonial Belanda memutuskan, untuk menanggulangi banjir maka perlulah dibangun kanal. Kanal adalah parit yang sangat besar yang berfungsi sebagai sungai.
Sebagian aliran dari sungai induk akan dialirkan melalui sungai menjadi lebih kecil sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya banjir.
Lalu pemerintah memnbuat dua kanal di bagian barat dan timur Semarang. Sehingga kedua kanal tersebut dikenal dengan nama Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur.
Konon, ketika membangun kanal di sebelah barat, para pekerja sempat dibuat bingung.
Karena, di kanal bagian barat tanah-tanah hasil galian selalu lingsor sehingga mengakibatkan pembangunan Banjir Kanal Barat selalu gagal.
Karena putus asa, maka para pekerja mengunjungi orang pintar untuk menanyakan apa yang harus dilakukan agar tanah tidak longsor lagi. Orang pintar itu biasa dipanggil oleh warga sekitar dengan sebutan Ki Sanak.
Untuk mencegah tanah longsor kembali, Ki Sanah menyuruh pekerja untuk mengambil batu dari sebelah kanan dan kiri rumahnya. Lalu kuburlah kedua batu itu pada salah satu bagian tanggul yang sedang dikerjakan.
Pesan sang kiai dilaksanakan betul oleh para pekerja. Pada saat itu terjadilah keajaiban. Reruntuhan bekas tanggul tersebut kembali menyatu dan bagian-bagian tanggul yang semula runtuh kembali lagi menjadi utuh.
Konon mulai pada saat itu, daerah tersebut dikenal masyarakat dengan nama Lemah Gempal. (Lemah dalam bahasa Jawa berarti tanah dam gemapl berarti longsor atau bongkah).

Pesan : Kita tidak boleh putus asa dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Nilai- nilai:
Nilai moral, kehidupan sehari-hari.


Read full post »

Timun Mas

0 comments
Diceritakan kembali oleh Renny Yaniar


Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.

Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.

"Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan," kata Raksasa. "Terima kasih, Raksasa," kata suami istri itu. "Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku," sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.

Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.

Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.

Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.

Petani itu mencoba tenang. "Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya," katanya. Petani itu segera menemui anaknya. "Anakkku, ambillah ini," katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. "Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin," katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.

Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.

Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.

Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.

Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. "Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku," kata mereka gembira.

Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.

<-- http://www.geocities.com/kesumawijaya/ceritarakyat/jateng1.html -->
Read full post »

Telaga Pasir

0 comments
Diceritakan kembali Oleh:
Dollyn felma

Kyai Pasir dan Nyai Pasir adalah pasangan suami isteri yang hidup di hutan gunung Lawu. Mereka berteduh di sebuah rumah (pondok) di hutan lereng gunung Lawu sebelah timur. Pondok itu dibuat dari kayu hutan dan beratapkan dedaunan. Dengan pondok yang sangat sederhana ini keduanya sudah merasa sangat aman dan tidak takut akan bahaya yang menimpanya, seperti gangguan binatang buas dan sebagainya. Lebih-lebih mereka telah lama hidup di hutan tersebut sehingga paham terhadap situasi lingkungan sekitar dan pasti dapat mengatasi segala gangguan yang mungkin akan menimpa dirinya.Pada suatu hari pergilah Kyai Pasir ke hutan dengan maksud bertanam sesuatu di ladangnya, sebagai mata pencaharian untuk hidup sehari-hari. Oleh karena ladang yang akan ditanami banyak pohon-phon besar, Kyai Pasir terlebih dahulu menebang beberapa pohon besar itu satu demi satu.

Tiba-tiba Kyai Pasir terkejut karena mengetahui sebutir telur ayam terletak di bawah salah sebuah pohon yang hendak ditebangnya. Diamat-amatinya telur itu sejenak sambil bertanya di dalam hatinya, telur apa gerangan yang ditemukan itu. Padahal di sekitarnya tidak tampak binatang unggas seekorpun yang biasa bertelur. Tidak berpikir panjang lagi, Kyai Pasir segera pulang membwa telur itu dan diberikan kepada isterinya

Kyai Pasir menceritakan ke Nyai Pasir awal pertamanya menemukan telur itu, sampai dia bawa pulang.

Akhirnya kedua suami isteri itu sepakat telur temuan itu direbus. Setelah masak, separo telur masak tadi oleh Nyai Pasir diberikan ke suaminya. Dimakannya telur itu oleh Kyai Pasir dengan lahapnya. Kemudian Kyai Pasir berangkat lagi keladang untuk meneruskan pekerjaan menebang pohon dan bertanam.

Dalam perjalanan kembali ke ladang, Kyai Pasir masih merasakan nikmat telur yang baru saja dimakannya. Namun setelah tiba di ladang, badannya terasa panas, kaku serta sakit sekali. Mata berkunang-kunang, keringat dingin keluar membasahi seluruh tubuhnya. Derita ini datangnya secara tiba-tiba, sehingga Kyai Pasir tidak mampu menahan sakit itu dan akhirnya rebah ke tanah. Mereka sangat kebingungan sebab sekujur badannya kaku dan sakit bukan kepalang. Dalam keadaan yang sangat kritis ini Kyai Pasir berguling-guling di tanah, berguling kesana kemari dengan dahsyatnya. Gaib menimpa Kyai Pasir. Tiba-tiba badanya berubah wujud menjadi ular naga yang besar, bersungut, berjampang sangat menakutkan. Ular Naga itu berguling kesana kemari tanpa henti-hentinya.

Alkisah, Nyai Pasir yang tinggal di rumah dan juga makan separo dari telur yang direbus tadi, dengan tiba-tiba mengalami nasib sama sebagaimana yang dialami Kyai Pasir. Sekujur badannya menjadi sakit, kaku dan panas bukan main. Nyai Pasir menjadi kebingungan, lari kesana kemari, tidak karuan apa yang dilakukan.

Karena derita yang disandang ini akhirnya Nyai Pasir lari ke ladang bermaksud menemui suaminya untuk minta pertolongan. Tetapi apa yang dijuumpai. Bukannya Kyai Pasir, melainkan seekor ular naga yang besar sekali dan menakutkan. Melihat ular naga yang besar itu Nyai Pasir terkejut dan takut bukan kepalang. Tetapi karena sakit yang disandangnya semakin parah, Nyai Pasir tidak mampu lagi bertahan dan rebahlah ke tanah. Nyai Pasir mangalami nasib gaib yang sama seperti yang dialami suaminya. Demikian ia rebah ke tanah, badannya berubah wujud menjadi seekor ular naga yang besar, bersungut, berjampang, giginya panjang dan runcing sangat mengerikan. Kedua naga itu akhirnya berguling-guling kesana kemari, bergeliat-geliat di tanah ladang itu, menyebabkan tanah tempat kedua naga berguling-guling itu menjadi berserakan dan bercekung-cekung seperti dikeduk-keduk. Cekungan itu makin lama makin luas dan dalam, sementara kedua naga besar itu juga semakin dahsyat pula berguling-guling dan tiba-tiba dari dalam cekungan tanah yang dalam serta luas itu menyembur air yang besar memancar kemana-mana. Dalam waktu sekejap saja, cekungan itu sudah penuh dengan air dan ladang Kyai Pasir berubah wujud mejadi kolam besar yang disebut Telaga. Telaga ini oleh masyarakat setempat terdahulu dinamakan Telaga Pasir, karena telaga ini terwujud disebabakan oleh ulah Kyai Pasir dan Nyai Pasir.

amanat : jangan lah mengambil sesuatu yg bukan milik mu,,karena akan berakibat fatal bagi dirimu sendiri..

nilai :moral


Read full post »
 

Copyright © Indonesia Folk Tales Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger