Tuesday, February 21, 2012

Si Batek dan Si Toulu (Si kura-kura dan si biawak)

0 comments
Cerita rakyat dari Pulau Mentawai

Black-knobbed Map Turtle, kura kura unik dari Amerika Serikat

Dahulukala hiduplah dua binatang Si Toulutoulu (kura-kura) dan Si Batekbatek (biawak). Pada suatu hari mereka membuka ladang bersama untuk bertanam pisang. Setelah beberapa hari mereka bekerja, mereka merambah ladangnya. Setelah itu mereka mencari bibit pisang untuk ditanam di ladang.
Karena mereka sudah semangat lagi, pergilah mereka mencari tanaman (bibit) pisang yang mau ditanam dalam kebun yang baru mereka babat itu. Ditengah perjalanan mereka menemukan sebatang pisang yang hampir berbuah. Si Toulu dan Si Batek sepakat membagi batang pisang itu.
Karena ingin cepat menikmati hasil, Si Batekbatek memilih bagian atas batang pisang yang sudah hampir muncul buahnya. Si Toulutoulu memilih bakkat-nya (pangkal pisang). Setelah batang pisang dibagi, hari itu juga mereka pergi menanam. Setelah itu mereka pulang kembali.
Beberapa minggu lamanya, tumbuhlah pisang milik Si Toulutoulu. Batang pisang Si Batebatek tidak tumbuh, malah sudah layu. Merasa bahwa tanaman pisang yang di tanam sudah tumbuh bagus, pergilah biawak untuk melihat. Dia kaget melihat batang pisangnya sudah mati. sedangkan batang pisang kura-kura tumbuh besar dan sudah berbuah.
Si batekbatek kemudian menemui Si Toulutoulu memberitahukan bahwa tanaman sahabatnya itu sudah tumbuh dan buahnya lumayan banyak.
“Sobat bagaimana kebun kita. Pisangmu tumbuh semua, sedangkan pisang saya mati!”,  katanya
“Saya tidak tahu”, jawab kura-kura.
Keesokan hari, pagi-pagi benar biawak pergi lagi melihat kebunnya. Dia berpikir, “Siapa tahu sudah tumbuh”. Sampai di ladang Si Batekbatek kaget, ternyata batang pisangnya sudah habis membusuk. Muncullah pikiran jahatnya.
“Seandainya pisang sahabatku sikura-kura ini sudah masak, aku langsung mencurinya dan kumakan sampai habis”.
Beberapa hari waktunya, pisang kura-kura masak satu sisir, waktu itu juga biawak langsung pergi menuju kebun sikura-kura. Dipanjatnya batang pisang itu.
“Mampuslah kau kura-kura tanamanku kau kasih ujungnya, kini pisangmu saya habisi semua”, kata biawak.
Setelah habis, pisang di makan si biawak dan sudah kenyang. Biawak pulang, besoknya lagi biawak pergi dan masih pagi-pagi benar sudah menuju kebun kura-kura. Untuk kedua kalinya biawak menemukan pisang hampir satu tandan yang masak. Semuanya di habisi. Menjelang sore biawak pulang dan bergembira karena kenyang dan puas makan pisang yang masak.
Satu hari jaraknya kura-kura pergi melihat kebunnya sudah termakan. Kura-kura pergi dari ladang sambil memikirkan buah pisangnya.  Di jalan dia bertemu Si Batekbatek.
“Sobat kamu tahu siapa yang memakan pisangku di ladang?”.
“Saya tidak tahu, dan saya tidak melihat mereka”, jawab biawak gelisah.
Tak banyak bicara, kura-kura  pulang dan langsung mengambil tali dan hari itu juga di buatnya tali penangkap (sesere). Rencana kura-kura membuat tali itu, supaya siapa yang mengambil dan memakan pisangnya tertangkap dan ketahuan.
Maka tibalah hari yang baru. Kura-kura pagi-pagi benar sudah pergi melihat pisangnya. ditengah kebun biawak sudah tertangkap di sesere. Biawak menangis dan berkata,”Apa-apaan ini! Ini kerja siapa!”
Setelah kura-kura mendengar bahwa ada suara, pergi lah kura-kura melihat biawak yang suka mencuri terus-terusan tertangkap. Kura-kura tertawak terbahak-bahak.
“ha.. ha.. ha…rupanya kamu yang sering makan pisang saya. Ha.. ha ha.. saat saya katakan siapa makan pisang saya, kamu berkata,” saya tidak tahu!”.
“Sobat lepaskan aku! Tolong aku! Aku takkan  makan lagi pisangmu ini, Saya janji”.
Kemudian kura-kura melepaskan jerat yang membelit si biawak. kemudian biawak itu turun. Sambil mereka berjalan, kura-kura menceriterakan semuanya pada sahabatnya.

Sumber:
http://aldest.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal
http://serbater.blogspot.com/2011/02/kura-kura-terunik-dan-eksotik.html 
Read full post »

Nyanyian Burung Hantu

0 comments
Cerita Rakyat dari Kepulauan Mentawai

Mentawai Scops Owl, dalam bahasa latin di sebut Otus mentawi, dikenal dengan nama burung hantu mentawai adalah burung hantu endemik dari Pulau Mentawai

Di hutan Bat Kokok, pemukiman pertama orang-orang Katurei, Hiduplah dua ekor burung di pohon beringin. Salah satu Si Kemut, burung hantu, yang satu lagi bernama Si Turugou’gou’, burung ruak-ruak.
Kedua burung ini biasa bertengger di dahan pohon Beringin yang bernama Si Sokut. Kedua burung ini mempunyai perbedaan baik bentuk badan maupun cara dan waktunya mencari makan. Si Turugou’gou’ ‘ mencari makan di siang hari, tetapi Si Kemut mencari makan malam hari.
Pada suatu sore, ketika Si Turugou’gou baru pulang mencari makan, dilihatnya  Si Kemut sedang tidur dengan nyenyak. Sambil memanggut-manggut Si Turugou’gou’ bernyanyi mengejek
Si Kemut...Kemut si mata cekung
Ada orang pura-pura menari
Ada orang tidur siang bolong
Kalau malam keluyuran
Dasar memang burung hantu
Si Turugou’gou’ cepat-cepat terbang ke pohon lain setelah mengejek Si Kemut. Si Kemut kesal dengan ejekan itu. Dilemparnya ranting pohon ke arah Si Turugou’gou’, tetapi tidak kena. Si Kemut bertambah kesal. Walau begitu dia tidak mengejar Si Tutugou’gou’. Setelah menggeser sedikit tempat bertenggernya, Si Kemut melanjutkan tidur di sore itu.
Kini malam telah tiba. Si Turugou’gou’ sudah tidur dan Si Kemut pergi mencari makan. Memang demikianlah hidup burung hantu. Mereka tidur siang hari dan mencari makan di malam hari. Di waktu malam lah burung hantu biasanya berburu tikus dan binatang malam lainnya.
Saat fajar hampir merekah dan suara monyet di hutan sudah berbunyi, Si Kemut pulang. Dilihatnya Si Turugou’gou’ sedang tidur lelap. Si Kemut berpikir, inilah kesempatan untuk balas dendam. Maka dia pun bernyanyi.
Turugou’gou’ si ruak
Si betis kurus ada orang dia lari
Si Ruak-ruak sok pandai menari
Kakinya kotor sekali
Ejekan Kemut membangunkan si Turugou’gou’. Dia marah sekali pada Si Kemut. Sambil mengantuk Si Turugou’gou’ menyanyikan lagu ejekan Si Kemut. Si Kemut pun membalas menyanyikan ejekan. Mereka terus saling mengejek, hingga burung-burung lain yang tinggal di dahan dan ranting Si Sokut menjadi terganggu.
Akhirnya Si Kemut dan Si Turugou’gou’ bertengkar. Mereka ribut sekali. Burung-burung yang tinggal di pohon lain juga terganggu. Melihat kedua burung bertengkar sambil menuding dan menepuk dada, Si Sokut yang tadinya diam kini angkat bicara.
“Jangan bertengkar wahai sahabat-sahabatku. Jangan membeda-bedakan apalagi menghina kawan”, Si Sokut menasehati Si Kemut dan Si Turugou’gou’.
Mendengar Nasehat Si Sokut kedua burung yang hampir berkelahi kini berhenti dan saling minta maaf. Maka kedua burung itu, Si Kemut dan Si Turugo’gou’ kembali hidup tentram dan damai bersama Si Sokut, si pohon beringin. Walaupun berlainan jalan hidupnya.           
Dongeng ini biasa dibawakan oleh orang tua untuk mengantar tidur anak-anaknya. Konon menurut cerita orang tua dulu, burung hantu dan ruak-ruak pandai menari.  Nenek moyang orang mentawai meniru gerakannya. Turuk biasanya menirukan gerakan-gerakan hewan. Itulah yang dinamakan uliat. Makanya dalam gerakan turuk ada Uliat Kemut dan Uliat Turugou’gou’.


Sumber : 
http://aldest.multiply.com/journal?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal
Read full post »

Thursday, December 25, 2008

Kancil dan Kura-kura.

0 comments
Kancil dan kura-kura sudah lama bersahabat.  Pada
suatu hari mereka pergi menangkap ikan disebuah danau.
Berjumpalah mereka dengan seekor kijang. Kijang
ingin ikut. Lalu mereka pergi bertiga.

Sampai disebuah bukit mereka bertemu dengan seekor
rusa. Rusa juga ingin ikut. Segera rusa bergabung
dalam rombongan. Dalam perjalanan, disebuah lembah
berjumpalah mereka dengan seekor babi hutan. Babi
hutan menayakan apakah ia boleh ikut. "Tentu saja,
itu gagasan yang baik, daripada hanya berempat lebih
baik berlima," jawab kura-kura.

Setiba di bukit yang berikutnya, berjumpalah mereka
dengan seekor beruang. Lalu mereka berenam
melanjutkan perjalanannya. Kemudian mereka bertemu
dengan seekor badak. "Bagaimana kalau aku ikut,"
tanya badak. "Mengapa tidak?", jawab semua. Bahkan
lalu bergabung pula seekor banteng.

Kali berikutnya rombongan kancil bertemu dengan seekor
kerbau yang akhirnya ikut serta. Begitu pula ketika
mereka bertemu dengan seekor gajah. Demikianlah,
mereka bersepuluh berjalan berbaris beriringan
mengikuti kancil dan akhirnya mereka sampai ke danau
yang dituju. Bukan main banyaknya ikan yang berhasil
ditangkap. Ikan kemudian disalai dengan mengasapinya
dengan nyala api sampai kering.

Keesokan harinya, beruang bertugas menjaga ikan-ikan
ketika yang lainnya sedang pergi menangkap ikan.
Tiba-tiba seekor harimau datang mendekat. Tak lama
kemudian beruang dan harimau terlibat dalam
perkelahian seru. Beruang jatuh pingsan dan ikan-ikan
habis disantap harimau.

Berturut-turut mereka kemudian menugasi gajah,
banteng, badak, kerbau, babi hutan, rusa dan kijang,
semuanya menyerah. Sekarang tinggal kura-kura dan
kancil yang belum terkena giliran menunggu ikan.
Kura-kura dianggap tidak mungkin berdaya menghadapi
harimau, maka diputuskanlah kancil yang akan menjaga.

Sebelum teman-temannya pergi menangkap ikan,
dimintanya mereka mengumpulkan rotan
sebanyak-banyaknya. Lalu masing-masing dipotong
kira-kira satu hasta. Tak lama kemudian tampak kancil
sedang sibuk membuat gelang kaki, gelang badan, gelang
lutut dan gelang leher. Sebentar-sebentar kancil
memandang ke langit seolah-olah ada yang sedang
diperhatikannya. Harimau terheran-heran, lalu
perlahan-lahan mendekati si kancil. Kancil pura-pura
tidak mempedulikan harimau.

Harimau bertanya, "Buat apa gelang rotan
bertumpuk-tumpuk itu?". Jawab kancil, "Siapa yang
memakai gelang-gelang ini akan dapat melihat apa yang
sedang terjadi di lagit". Lalu dia menengadah sambil
seolah-olah sedang menikmati pemandangan di atas.
Terbit keinginan harimau untuk dapat juga melihat apa
yang terjadi di langit.

Bukan main gembiranya kancil mendengar permintaan
harimau. Dimintanya harimau duduk di tanah melipat
tangan dan kaki. Lalu dilingkarinya kedua tangan,
kedua kaki dan leher harimau dengan gelang-gelang
rotan sebanyak-banyaknya sehingga harimau tidak dapat
bergerak lagi.

Setelah dirasa cukup, rombongan si kancil berniat
kembali pulang ke rumah, akan tetapi mereka bertengkar
mengenai bagian masing-masing. Mereka berpendapat,
siapa yang berbadan besar akan mendapatkan bagian yang
besar pula. Kancil sebenarnya tidak setuju dengan
usulan tersebut. Lalu dia mencari akal.

Tiba-tiba melompatlah kancil dan memberi tanda ada
marabahaya. Semuanya ketakutan dan terbirit-birit
melarikan diri. Ada yang jatuh tunggang langgang, ada
yang terperosok ke lubang dan ada pula yang tersangkut
akar-akar. Salaipun mereka tinggalkan semua. Hanya
kancil dan kura-kura yang tidak lari. Berdua mereka
pulang dan berjalan berdendang sambil membawa
bungkusan yang sarat.

*******
"Berkat kecerdasan tinggi, yang lemah jadi kuat dan
yang ditindas jadi pemenang".



Read full post »

Sunday, December 21, 2008

Kasuari dan Dara Mahkota

0 comments
Dahulu kala burung kasuari tidak seperti yang kita kenal saat ini. Dia memiliki sayap yang lebar dan kuat sehingga ia bisa mencari makan di atas pohon yang tinggi tapi juga bisa dengan mudah mencari makan di atas tanah. Kelebihannya ini membuat Kasuari menjadi burung yang sombong. Dia sering berbuat curang saat berebut makanan dan tidak peduli jika teman-temannya yang lain kelaparan gara-gara dia. Sayapnya yang lebar biasa dia gunakan untuk menyembunyikan buah-buahan ranum di atas pohon, sehingga burung-burung lainnya tidak bisa melihatnya. Atau dengan sengaja dia menjatuhkan buah-buahan ranum itu ke tanah sehingga Cuma ia sendiri yang bisa menikmatinya. “Biar saja!” pikirnya, “Salah sendiri kenapa mereka punya sayap yang pendek dan badan yang kecil. Siapa cepat dia yang dapat.” 

Tentu saja kesombongannya tidak disukai burung-burung lainnya. Mereka menganggap Kasuari sudah keterlaluan dan keangkuhannya harus segera dihentikan. Akhirnya para burung berkumpul untuk membahas masalah ini. Setelah berbagai cara diajukan akhirnya mereka sepakat untuk mengadakan perlombaan terbang. Namun ternyata sulit menemukan lawan yang sebanding dengan Kasuari. Tiba-tiba burung Dara Mahkota mengajukan diri untuk bertanding terbang dengan Kasuari. Meskipun banyak yang meragukan kemampuannya karena Dara Mahkota hanyalah burung kecil, tapi Dara Mahkota meyakinkan mereka bahwa dia mampu. 

Mereka lalu mengirimkan tantangan tersebut kepada Kasuari. Kasuari yang sangat yakin dengan kemampuannya langsung menyanggupi tantangan tersebut tanpa repot-repot bertanya siapa lawannya. 
“Pertandingannya akan diadakan minggu depan dan akan disaksikan semua warga burung!” kata burung pipit. “Yang bisa terbang paling jauh dan lama yang menang.” 
“Ya ampun…kalo begitu pasti aku yang menang. Di hutan ini tidak ada yang memiliki sayap selebar dan sekuat punyaku. Jadi pasti aku yang menang,” kata Kasuari pongah. “Tapi baiklah aku terima tantangannya, lumayan buat olahrga!” 
Burung pipit sebal mendengar jawaban Kasuari, tapi dia tahan emosinya. “Tapi ada ketentuannya. Sebelum bertanding, peserta boleh saling mematahkan sayap lawannya,” kata pipit. Kasuari pun menyetujuinya tanpa ragu-ragu. 

Seminggu kemudian, warga burung berkumpul untuk meyaksikan pertandingan terbang tersebut. Meski tidak terlalu yakin, mereka semua berharap Dara Mahkota akan memenangkan pertandingan tersebut. Diam-diam Dara Mahkota menyisipkan sebilah ranting di balik sayapnya. Kasuari yang baru mengetahui lawannya tertawa terbahak-bahak, “ini lawanku?” katanya sambil tertawa, “mimpi kali kamu ye…? Hei…burung kecil, sayapmu pendek mana bisa menang melawanku!”. Burng-burung kecil lainnya sebal menyaksikan tingkah Kasuari sementara Dara Mahkota hanya tersenyum menanggapinya. 

Kini mereka siap bertanding. Kasuari maju untuk mematahkan sayap Dara Mahkota. KREK! Terdengar bunyi sayap patah. Dara Mahkota pura-pura menjerit kesakitan. Padahal sebenarnya bunyi tadi berasal dari ranting kering di bawah sayap Dara Mahkota yang patah. Kini giliran Dara Mahkota yang akan mematahkan sayap Kasuari. Dengan sekuat tenaga dia menekuk sayap Kasuari hingga terdengar bunyi KREKK yang keras. Kasuari menjerit kesakitan. Sayap Kasuari yang patah tergantung lemas. Tapi Kasuari yang sombong tetap yakin dirinya akan menang. 

Sekarang mereka sudah siap untuk bertanding. Ketika aba-aba dibunyikan, Dara Mahkota dengan ringan melesat ke udara. Sayapnya mengepak dengan mudah membawa tubuhnya yang mungil terbang ke angkasa. Kasuari terkejut dan heran karena tadi dia mengira sayap Dara Mahkota telah patah. Dengan panik dia mencoba mengepakan sayapnya dan mencoba mengangkat tubuhnya ke atas. Tapi bukannya terbang tinggi, tubuhnya malah meluncur ke bawah dan jatuh berdebum di tanah. Semua burung bersorak senang sementara Kasuari terkulai lemas. Dengan perasaan malu dia meninggalkan tempat itu. Sejak saat itu Kasuari tidak pernah bisa terbang. Sayapnya yang dulu lebar dan kuat kini memendek karena sudah patah. Kini meski dia disebut burung namun dia hanya bisa berjalan dan mencari makan di tanah seperti binatang lain yang tidak memiliki sayap.
Sumber :
http://www.freewebs.com/dongengperi/Tales/Dong%20Bocah/kasuari_dara.html

Read full post »

Saturday, December 20, 2008

Sang Kancil dengan Buaya

0 comments
Pada zaman dahulu Sang Kancil adalah merupakan binatang yang paling cerdik di dalam hutan. Banyak binatang-binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia menjadi tempat tumpuan binatang- binatang di dalam hutan, tetapi ia tidak menunjukkan sikap yang sombong malah sedia membantu pada bila-bila masa saja.

Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Oleh kerana makanan di sekitar kawasan kediaman telah berkurangan Sang Kancil bercadang untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada hari tersebut sangat panas, menyebabkan Sang Kancil berasa dahaga kerana terlalu lama berjalan, lalu ia berusaha mencari sungai yang berdekatan. Setelah meredah hutan akhirnya kancil berjumpa dengan sebatang sungai yang sangat jernih airnya. Tanpa membuang masa Sang Kancil terus minum dengan sepuas-puasnya. Kedinginan air sungai tersebut telah menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.

Kancil terus berjalan-jalan menyusuri tebing sungai, apabila terasa penat ia berehat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rendang di sekitar kawasan tersebut. Kancil berkata didalam hatinya "Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lazat-lazat". Setelah kepenatannya hilang, Sang Kancil menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaun kegemarannya yang terdapat disekitarnya. Apabila tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil terpandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai."Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut" fikir Sang Kancil.

Sang Kancil terus berfikir mencari akal bagaimana untuk menyeberangi sungai yang sangat dalam lagi deras arusnya. Tiba-tiba Sang Kacil terpandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya apabila hari panas ia suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil terus menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata " Hai sabahatku Sang Buaya, apa khabar kamu pada hari ini?" buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari terus membuka mata dan didapati sang kancil yang menegurnya tadi "Khabar baik sahabatku Sang Kancil" sambung buaya lagi "Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?" jawab Sang Kancil "Aku membawa khabar gembira untuk kamu" mendengar kata-kata Sang Kacil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil lalu berkata "Ceritakan kepada ku apakah yang engkau hendak sampaikan".

Kancil berkata "Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini kerana Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua". Mendengar saja nama Raja Sulaiman sudah menggerunkan semua binatang kerana Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. "Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun kedasar sungai untuk memanggil semua kawan aku" kata Sang Buaya. Sementara itu Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata "Hai buaya sekelian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua kerana Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini". Kata kancil lagi "Beraturlah kamu merentasi sungai bermula daripada tebing sebelah sini sehingga ke tebing sebelah sana".

Oleh kerana perintah tersebut adalah datangnya daripada Nabi Sulaiman semua buaya segera beratur tanpa membantah. Kata Buaya tadi "Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia" Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mula menghitung dengan menyebut "Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk" sambil mengetuk kepala buaya begitulah sehingga kancil berjaya menyeberangi sungai. Apabila sampai ditebing sana kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak kegembiraan dan berkata" Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahawa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman".

Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya berasa marah dan malu kerana mereka telah di tipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara sehingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meniggalkan buaya-buaya tersebut dan terus menghilangkan diri di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.

Sekian

Tulisan ini diambil dari:

http://members.tripod.com
Read full post »

Buaya, Kerbau dan Pelanduk

0 comments
Pada suatu ketika ada seekor buaya yang ingin berkubang di sebuah sungai. Namun, karena sinar matahari demikian teriknya dan jarak antara sarangnya dengan sungai tersebut agak jauh, maka buaya itu hanya menunggu saja kalau-kalau ada binatang lain yang bersedia menolongnya. Kebetulan waktu itu ada seekor kerbau yang hendak minum di sungai. Buaya itu pun merasa gembira, dan segera berseru pada kerbau, “Hei kerbau, maukah engkau menolongku?”

“Apa yang bisa kulakukan untukmu, hai buaya?” tanya kerbau.

“Maukah engkau membawaku hingga ke tepi sungai itu?” kata buaya.

“Ya, baiklah. Sekarang naiklah ke punggungku!” jawab kerbau.

Setelah berkata begitu, tanpa membuang waktu lagi, naiklah buaya itu ke punggung kerbau. Si kerbau pun lalu berjalan menuju sungai.

Saat berada di tepi sungai, si kerbau berkata, “Turunlah hei buaya, kita sudah sampai di tepi sungai!”

Menyahut si buaya: “Sebentar lagi. Turunkan saya dalam air.”

Kerbau pun menuruti perintah buaya. Pada waktu air sampai lutut ia berkata: “Turunlah dari punggungku hei buaya!”

Si buaya menjawab lagi, “Sebentar lagi. Agak maju sedikit lagi.”

Kerbau pun menuruti lagi perintah buaya. Pada waktu sampai di tempat yang paling dalam, buaya segera melompat dan berkata, “Sekarang aku akan memakanmu hei kerbau, sebab sudah sekian lama aku tidak makan.”

Menyahutlah si kerbau, “Nanti dulu! Adakah kebaikan dibalas dengan kejahatan?”

“Tidak usah berpanjang lebar ceritamu! Aku sudah sangat lapar dan akan memakan engkau sekarang,” kata si buaya.

Kerbau menjawab, “Tunggu dulu! Ada bakul bekas hanyut kemari. Biar kutanyai dahulu dia.” Ditanyailah bakul itu oleh kerbau: “Eh bakul, adakah kebaikan dibalas dengan kejahatan?”

Dijawab oleh bakul, “Lihatlah diriku! Waktu masih dipergunakan orang, aku selalu dipelihara. Sekarang, setelah usang dan tidak berguna lagi, aku pun dibuang begitu saja.”

Berkatalah si buaya, “Dengarkanlah kata si bakul itu wahai kerbau!”

Si kerbau berkata, “Tunggulah dahulu! Masih ada nyiru bekas hanyut kemari.” Ditanyai lagi nyiru itu oleh si Kerbau: “Eh, nyiru, adakah kebaikan dibalas dengan kejahatan?”

Dijawab oleh nyiru itu, “Tidak usah dicari, begitulah keadaan di dunia. Kebaikan biasa dibalas dengan kejahatan. Lihatlah saya, waktu masih dipakai, orang selalu memeliharaku. Setelah aku usang, aku pun dibuangnya.”

Buaya berkata lagi, “Engkau sudah mendengar jawaban si bakul dan si nyiru itu, bukan? Nah, jadi sekarang aku mau memakan engkau!”

Kerbau menjawab, “Tunggu dulu. Aku melihat ada binatang di pinggir sungai, akan kutanyai dia.”

Binatang yang ada di pinggir sungai itu kebetulan adalah si pelanduk. “Hai pelanduk adakah kebaikan dibalas dengan kejahatan?” tanya kerbau.

Jawab pelanduk, “Apa yang kau katakan? Mendekatlah kemari, aku tidak mendengarnya!”

Kerbau pun maju sampai ke tempat yang agak dangkal airnya dan berkata lagi: “Adakah kebaikan dibalas dengan kejahatan?”

“Tidak jelas, aku agak tuli, naik ke darat!” jawab pelanduk.

Waktu kerbau naik ke darat, lalu sang Pelanduk berkata, “Larilah, tidak ada lagi kekuatan si buaya kalau di darat. Ia berkuasa hanya kalau berada di dalam air.”

Melihat kerbau berhasil melarikan diri, kemarahan buaya berpindah kepada si pelanduk. Berkatalah si buaya, “Awas engkau planduk! Di manapun engkau kujumpai, akan aku makan engkau!”

Keesokan harinya, si buaya sudah menunggu di tepi sungai tempat si pelanduk biasanya turun minum. Namun, hingga sore hari ternyata si pelanduk tidak juga datang. Akhirnya si buaya memutuskan untuk kembali ke tengah sungai dan esok paginya akan menunggu di tempat itu lagi. Ia merasa yakin si pelanduk akan datang, sebab pelanduk pasti membutuhkan air untuk minum.

Hari berikutnya, walaupun ditunggu hingga malam hari, ternyata si pelanduk tetap tidak datang. Begitu pula hari berikutnya, si pelanduk tetap tidak menunjukkan batang hidungnya.

Setelah menunggu tiga hari berturut-turut namun tidak juga berhasil mendapatkan si pelanduk, akhirnya si buaya pun naik ke darat untuk mencari rumah si pelanduk. Setelah berada di dekat rumah si pelanduk, si buaya mendapati sebuah sumur yang baru selesai di buat. Buaya itu terus masuk ke dalam sumur. Ia merasa yakin, cepat atau lambat si pelanduk pasti akan minum di sumur itu. Dan, pada saat minum itulah si pelanduk akan langsung diterkam dan dimakannya.

Pagi harinya, sewaktu si pelanduk akan pergi ke sumur untuk minum, ia melihat ada jejak kaki buaya. Sang pelanduk pun segera berteriak, “Kebiasaanku sebelum minum air sumur, aku selalu memanggil. Apabila sumur ada isinya selain air, ia tidak akan menyahut. Namun, apabila isinya hanya air, si sumur pasti menyahut.” Pelanduk pun memanggil sumurnya, “Oh, sumurku!”

Oleh karena panggilan itu tidak dijawab oleh buaya, maka si pelanduk berkata lagi, “Ah, ada isinya sumurku, aku khawatir kalau isinya adalah si buaya, kenapa tidak menyahut.” Sang Pelanduk kembali memanggil, “Oh sumurku!”

Menyahutlah si Buaya di dalam sumur, katanya, “Ya.”

Mendengar jawaban itu, larilah si pelanduk sambil berkata, “Ternyata engkau ada di situ wahai buaya!”

Si buaya yang merasa dipermainkan, semakin bertambah marah lalu keluar dari dalam sumur dan mengejar si pelanduk. Saat dikejar oleh buaya itu, si pelanduk berlari memasuki hutan dan duduk di dekat sarang semut merah. Setelah buaya berhasil mendekati dan akan menerkamnya, si pelanduk berkata, “Tunggu dulu hei buaya. Aku mendapat perintah dari raja hutan untuk menjaga baje ini. Nanti apabila ia telah pulang, akan dimakannya baje ini karena berkhasiat sebagai penghilang lelah.”

Berkatalah si Buaya, “Tolong berikan aku sedikit baje itu. Aku sudah sangat lelah karena mengejarmu.”

“Boleh, tetapi nanti kalau aku sudah jauh dari tempat ini, sebab kalau nanti diketahui oleh yang empunya baje, dia akan marah padaku.”

“Baiklah,” kata si buaya.

Setelah si pelanduk lari, buaya kemudian memakan sarang semut merah itu. Semut merah yang sarangnya diganggu menjadi sangat marah. Mereka secara beramai-ramai menggigit mulut dan tenggorokan buaya hingga menggeleng-geleng karena kesakitan. Semua binatang yang melihatnya tertawa, terutama si kerbau. Begitu kerasnya kerbau itu tertawa hingga gigi atasnya berjatuhan.

Buaya yang merasa ditipu lagi menjadi makin marah dan mengejar si pelanduk hingga ke tepi hutan. Di tempat itu ia melihat pelanduk sedang duduk di samping seekor ular sanca sebesar pohon kelapa yang sedang tidur melintang di tengah jalan. Saat buaya mendekat dan akan menerkamnya, si pelanduk berkata, “Tunggu dulu hei buaya. Saat ini aku sedang mendapat tugas yang sangat penting dan tidak ada yang boleh menghalang-halangiku.”

“Tugas apa itu?” tanya buaya.

“Engkau tidak melihat yang melintang di tengah jalan ini yang panjang dan berlurik-lurik? Itulah ikat pinggang raja dan aku disuruh menjaganya. Ikat pinggang itu luar biasa sebab tidak perlu kita memasangnya kalau hendak dipakai karena akan menggulung sendiri dan mempunyai khasiat dapat menghilangkan pegal-pegal di badan,” kata si pelanduk.

Berkatalah si buaya, “Bisakah aku meminjam ikat pinggang itu? Aku sudah sangat lelah karena mengejar engkau. Badanku sudah mulai pegal-pegal.”

“Boleh, tetapi nanti setelah aku masuk hutan. Jangan sampai raja tahu dan menghukumku karena telah meminjamkannya padamu,” kata si pelanduk.

“Ya, pergilah!” kata si buaya.

Setelah si pelanduk lari, si buaya lalu membaringkan dirinya di tengah-tengah badan ular sanca itu. Si ular yang kaget karena tubuhnya ditimpa oleh buaya langsung membelitnya sehingga buaya pun menggelepar-gelepar. Namun semakin ia menggeliat hendak melepaskan diri, makin menguat pula ikatan sang ular sanca itu. Akhirnya, si buaya pun mati karena tulang-tulangnya remuk oleh belitan ular sanca itu.

Sumber:
Rasyid, Abdul dan Muhammad Abidin Nur. 1999. Cerita Rakyat Daerah Wajo di Sulawesi Selatan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

http://uun-halimah.blogspot.com/search/label/cerita%20rakyat

Read full post »

Friday, December 19, 2008

Kera dan Ayam

0 comments
Pada jaman dahulu, tersebutlah seekor ayam yang bersahabat dengan seekor kera. Namun persahabatan itu tidak berlangsung lama, karena kelakuan si kera. Pada suatu petang Si Kera mengajak si ayam untuk berjalan-jalan. Ketika hari sudah petang si Kera mulai merasa lapar. Kemudian ia menangkap si Ayam dan mulai mencabuti bulunya. Si Ayam meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Akhirnya, ia dapat meloloskan diri.

Ia lari sekuat tenaga. Untunglah tidak jauh dari tempat itu adalah tempat kediaman si Kepiting. Si Kepiting adalah teman sejati darinya. Dengan tergopoh-gopoh ia masuk ke dalam lubang kediaman si Kepiting. Disana ia disambut dengan gembira. Lalu Si Kepiting menceritakan semua kejadian yang dialaminya, termasuk penghianatan si Kera.

Mendengar hal itu akhirnya si Kepiting tidak bisa menerima perlakuan si Kera. Ia berkata, "marilah kita beri pelajaran kera yang tahu arti persahabatan itu." Lalu ia menyusun siasat untuk memperdayai si Kera. Mereka akhirnya bersepakat akan mengundang si Kera untuk pergi berlayar ke pulau seberang yang penuh dengan buah-buahan. Tetapi perahu yang akan mereka pakai adalah perahu buatan sendiri dari tanah liat.

Kemudian si Ayam mengundang si Kera untuk berlayar ke pulau seberang. Dengan rakusnya si Kera segera menyetujui ajakan itu. Beberapa hari berselang, mulailah perjalanan mereka. Ketika perahu sampai ditengah laut, mereka lalu berpantun. Si Ayam berkokok "Aku lubangi ho!!!" Si Kepiting menjawab "Tunggu sampai dalam sekali!!"

Setiap kali berkata begitu maka si ayam mencotok-cotok perahu itu. Akhirnya perahu mereka itu pun bocor dan tenggelam. Si Kepiting dengan tangkasnya menyelam ke dasar laut. Si Ayam dengan mudahnya terbang ke darat. Tinggallah Si Kera yang meronta-ronta minta tolong. Karena tidak bisa berenang akhirnya ia pun mati tenggelam.

(Disarikan dari Abdurrauf Tarimana, dkk, "Landoke-ndoke te Manu: Kera dan Ayam," Cerita Rakyat Daerah Sulawesi Tenggara, Jakarta: Dept. P dan K, 1978, hal. 61-62)

Read full post »

Si Rusa dan Si Kulomang

0 comments
Pada jaman dahulu di sebuah hutan di kepulauan Aru, hiduplah sekelompok rusa. Mereka sangat bangga akan kemampuan larinya. Pekerjaan mereka selain merumput, adalah


menantang binatang lainnya untuk adu lari. Apabila mereka itu dapat mengalahkannya, rusa itu akan mengambil tempat tinggal mereka.

Ditepian hutan tersebut terdapatlah sebuah pantai yang sangat indah. Disana hiduplah siput laut yang bernama Kulomang. Siput laut terkenal sebagai binatang yang cerdik dan sangat setia kawan. Pada suatu hari, si Rusa mendatangi si Kulomang. Ditantangnya siput laut itu untuk adu lari hingga sampai di tanjung ke sebelas. Taruhannya adalah pantai tempat tinggal sang siput laut.

Dalam hatinya si Rusa itu merasa yakin akan dapat mengalahkan si Kulomang. Bukan saja jalannya sangat lambat, si Kulomang juga memanggul cangkang. Cangkang itu biasanya lebih besar dari badannya. Ukuran yang demikian itu disebabkan oleh karena cangkang itu adalah rumah dari siput laut. Rumah itu berguna untuk menahan agar tidak hanyut di waktu air pasang. Dan ia berguna untuk melindungi siput laut dari terik matahari.

Pada hari yang ditentukan si Rusa sudah mengundang kawan-kawannya untuk menyaksikan pertandingan itu. Sedangkan si Kulomang sudah menyiapkan sepuluh teman-temannya. Setiap ekor dari temannya ditempatkan mulai dari tanjung ke dua hingga tanjung ke sebelas. Dia sendiri akan berada ditempat mulainya pertandingan. Diperintahkannya agar teman-temanya menjawab setiap pertanyaan si Rusa.

Begitu pertandingan dimulai, si Rusa langsung berlari secepat-cepatnya mendahului si Kulomang. Selang beberapa jam is sudah sampai di tanjung kedua. Nafasnya terengah-engah. Dalam hati ia yakin bahwa si Kulomang mungkin hanya mencapai jarak beberapa meter saja. Dengan sombongnya ia berteriak-teriak, "Kulomang, sekarang kau ada di mana?" Temannya si Kulomang pun menjawab, "aku ada tepat di belakangmu." Betapa terkejutnya si Rusa, ia tidak jadi beristirahat melainkan lari tunggang langgang.

Hal yang sama terjadi berulang kali hingga ke tanjung ke sepuluh. Memasuki tanjung ke sebelas, si Rusa sudah kehabisan napas. Ia jatuh tersungkur dan mati. Dengan demikian si Kulomang dapat bukan saja mengalahkan tetapi juga memperdayai si Rusa yang congkak itu.

(Aneke Sumarauw, "Si Rusa dan Si Kulomang," Cerita Rakyat dari Maluku, Jakarta: PT. Grasindo, hal. 17-20)

Read full post »
 

Copyright © Indonesia Folk Tales Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger