Saturday, June 23, 2012

Legenda Naga Erau dan Putri Karang Melenu

0 comments



Pada zaman dahulu kala di kampung Melanti, Hulu Dusun, berdiamlah sepasang suami istri yakni Petinggi Hulu Dusun dan istrinya yang bernama Babu Jaruma. Usia mereka sudah cukup lanjut dan mereka belum juga mendapatkan keturunan. Mereka selalu memohon kepada Dewata agar dikaruniai seorang anak sebagai penerus keturunannya. 

Suatu hari, keadaan alam menjadi sangat buruk. Hujan turun dengan sangat lebat selama tujuh hari tujuh malam. Petir menyambar silih berganti diiringi gemuruh guntur dan tiupan angin yang cukup kencang. Tak seorang pun penduduk Hulu Dusun yang berani keluar rumah, termasuk Petinggi Hulu Dusun dan istrinya.

Pada hari yang ketujuh, persediaan kayu bakar untuk keperluan memasak keluarga ini sudah habis. Untuk keluar rumah mereka tak berani karena cuaca yang sangat buruk. Akhirnya Petinggi memutuskan untuk mengambil salah satu kasau atap rumahnya untuk dijadikan kayu bakar.

Ketika Petinggi Hulu Dusun membelah kayu kasau, alangkah terkejutnya ia ketika melihat seekor ulat kecil sedang melingkar dan memandang kearahnya dengan matanya yang halus, seakan-akan minta dikasihani dan dipelihara. Pada saat ulat itu diambil Petinggi, keajaiban alam pun terjadi. Hujan yang tadinya lebat disertai guntur dan petir selama tujuh hari tujuh malam, seketika itu juga menjadi reda. Hari kembali cerah seperti sedia kala, dan sang surya pun telah menampakkan dirinya dibalik iringan awan putih. Seluruh penduduk Hulu Dusun bersyukur dan gembira atas perubahan cuaca ini.

Ulat kecil tadi dipelihara dengan baik oleh keluarga Petinggi Hulu Dusun. Babu Jaruma sangat rajin merawat dan memberikan makanan berupa daun-daun segar kepada ulat itu. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, ulat itu membesar dengan cepat dan ternyata ia adalah seekor naga.

Suatu malam, Petinggi Hulu Dusun bermimpi bertemu seorang putri yang cantik jelita yang merupakan penjelmaan dari naga tersebut.

“Ayah dan bunda tak usah takut dengan ananda.” kata sang putri, “Meskipun ananda sudah besar dan menakutkan orang di desa ini, izinkanlah ananda untuk pergi. Dan buatkanlah sebuah tangga agar dapat meluncur ke bawah.”

Pagi harinya, Petinggi Hulu Dusun menceritakan mimpinya kepada sang istri. Mereka berdua lalu membuatkan sebuah tangga yang terbuat dari bambu. Ketika naga itu bergerak hendak turun, ia berkata dan suaranya persis seperti suara putri yang didengar dalam mimpi Petinggi semalam.

“Bilamana ananda telah turun ke tanah, maka hendaknya ayah dan bunda mengikuti kemana saja ananda merayap. Disamping itu ananda minta agar ayahanda membakar wijen hitam serta taburi tubuh ananda dengan beras kuning. Jika ananda merayap sampai ke sungai dan telah masuk kedalam air, maka iringilah buih yang muncul di permukaan sungai.” 

Sang naga pun merayap menuruni tangga itu sampai ke tanah dan selanjutnya menuju ke sungai dengan diiringi oleh Petinggi dan isterinya. Setelah sampai di sungai, berenanglah sang naga berturut-turut 7 kali ke hulu dan 7 kali ke hilir dan kemudian berenang ke Tepian Batu. Di Tepian Batu, sang naga berenang ke kiri 3 kali dan ke kanan 3 kali dan akhirnya ia menyelam. 

Di saat sang naga menyelam, timbullah angin topan yang dahsyat, air bergelombang, hujan, guntur dan petir bersahut-sahutan. Perahu yang ditumpangi petinggi pun didayung ke tepian. Kemudian seketika keadaan menjadi tenang kembali, matahari muncul kembali dengan disertai hujan rintik-rintik. Petinggi dan isterinya menjadi heran. Mereka mengamati permukaan sungai Mahakam, mencari-cari dimana sang naga berada. 

Tiba-tiba mereka melihat permukaan sungai Mahakam dipenuhi dengan buih. Pelangi menumpukkan warna-warninya ke tempat buih yang meninggi di permukaan air tersebut. Babu Jaruma melihat seperti ada kumala yang bercahaya berkilau-kilauan. Mereka pun mendekati gelembung buih yang bercahaya tadi, dan alangkah terkejutnya mereka ketika melihat di gelembung buih itu terdapat seorang bayi perempuan sedang terbaring didalam sebuah gong. Gong itu kemudian meninggi dan tampaklah naga yang menghilang tadi sedang menjunjung gong tersebut. Semakin gong dan naga tadi meninggi naik ke atas permukaan air, nampaklah oleh mereka binatang aneh sedang menjunjung sang naga dan gong tersebut. Petinggi dan istrinya ketakutan melihat kemunculan binatang aneh yang tak lain adalah Lembu Swana, dengan segera petinggi mendayung perahunya ke tepian batu. 

Tak lama kemudian, perlahan-lahan Lembu Swana dan sang naga tenggelam ke dalam sungai, hingga akhirnya yang tertinggal hanyalah gong yang berisi bayi dari khayangan itu. Gong dan bayi itu segera diambil oleh Babu Jaruma dan dibawanya pulang. Petinggi dan istrinya sangat bahagia mendapat karunia berupa seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Bayi itu lalu dipelihara mereka, dan sesuai dengan mimpi yang ditujukan kepada mereka maka bayi itu diberi nama Puteri Karang Melenu. Bayi perempuan inilah kelak akan menjadi istri raja Kutai Kartanegara yang pertama, Aji Batara Agung Dewa Sakti.

Demikianlah mitologi Kutai mengenai asal mula Naga Erau yang menghantarkan Putri Junjung Buih atau Putri Karang Melenu, ibu suri dari raja-raja Kutai Kartanegara.



Sumber :
http://mtsox.wordpress.com/2008/11/25/legenda-naga-erau-dan-putri-karang-melenu/
Read full post »

Sunday, December 21, 2008

Nyi Mas Belimbing

0 comments
Mitos dari Jawa Barat

Suatu pagi di pertapaan Ujung Kulon Banten. Sinar matahari yang cerah di sela dedaunan tidak mampu menyaput mendung di wajah Nyi Mas Belimbing. Sudah seminggu ini Nyi mas terlihat murung. Hal ini membuat Resi Rarata sang ayah bingung. Akhirnya karena penasaran, Resi Rarata pun bertanya:
"Nyi mas, apa yang mengganggu pikiranmu? Kenapa akhir-akhir ini kamu tampak murung. Apakah ayah bisa membantu?"
Nyi mas belimbing hanya mendesah dan menundukkan kepalanya. Tapi setelah sekian lama terdiam, akhirnya Nyi Mas menjawab: 
"Ayah, apakah ayah percaya pada mimpi?"
"Ah ternyata mimpi yang mengganggu pikiranmu." kata sang resi, "Tentu saja, kadang-kadang mimpi juga bisa merupakan pertanda. Apakah mimpimu nak?"
"Aku bermimpi bertemu dengan seorang pemuda tampan dan kami jatuh cinta. Dia bernama Sunan Gunung Jati dan berasal dari Cirebon," kata Nyi mas, "Ayah, bolehkah aku pergi menemuinya? Mungkin dia adalah jodoh yang dipilihkan Tuhan untukku?"
Sang resi berpikir sebelum akhirnya berkata:
"Nyi mas, ayah mengerti perasaanmu. Tapi, tidak baik seorang putri pergi menemui laki-laki," kata Resi, "Sabarlah dan berdoalah! Jika dia memang jodohmu, kalian pasti akan dipertemukan." 

Rupanya jawaban Resi Rarata tidak sesuai dengan harapan Nyi mas Belimbing. Dia merasa kecewa, karena sang ayah tidak meluluskan keinginannya. Tapi Nyi mas tidak berani membantah kata-kata ayah yang sangat dicintainya itu. Maka dia pun berusaha melupakan impiannya.
Namun semakin berusaha melupakan, semakin kuat pula keinginannya untuk pergi menemui Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Hingga suatu pagi, Nyi mas Belimbing nekat pergi dari pertapaan, meninggalkan sang resi yang masih tertidur lelap. 

Sementara itu, kepergian Nyi mas belimbing juga membuat resah Ki Pandan Alam yang sudah lama menaruh hati pada Nyi mas. Dia tidak rela gadis pujaannya menjadi milik orang lain. Maka tanpa berpikir panjang Ki Pandan Alam pun memutuskan untuk menyusul Nyi Mas Belimbing ke Cirebon.
Setelah menempuh setengah perjalanan, akhirnya Ki pandan bisa menyusul Nyi mas Belimbing. Ki pandan mencoba membujuk Nyi Mas Belimbing untuk mengurungkan niatnya yang tentu saja ditolak oleh Nyi Mas Belimbing. Ki Pandan Alam yang marah mulai menggunakan kekerasan untuk memaksa Nyi Mas Belimbing, namun Nyi Mas tetap menolak. Maka pertempuran pun tak terelakkan. Ki Pandan Alam kalah. 

Ki Pandan Alam yang malu dan marah atas kekalahannya, mengadu kepada ayahnya, Sang Hyang Tenggulung.
"Ayah, kau harus menolongku untuk membalas kekalahanku ini," pintanya.
"Jangan khawatir, ayah punya jalan keluar untuk meyelesaikan masalahmu," kata sang Hyang.
"Bagaimana caranya ayah?" tanya Ki Pandan Alam.
"Begini. Ayah akan membuatmu tampak seperti Sunan Gunung Jati, sehingga Nyi Mas Belimbing akan mengira bahwa engkau adalah pemuda yang dicarinya," kata Sang Hyang. 

Dengan satu kali jentikkan, Ki Pandan Alam pun berubah wujud menjadi Sunan Gunung Jati. Segera Ki pandan alam menyusul Nyi Mas Belimbing yang sudah hampir sampai di Cirebon. Tanpa curiga Nyi Mas Belimbing yang memang sangat ingin bertemu dengan Sunan Gunung Jati, menerima kehadiran Ki Pandan Alam, dan bersedia untuk dinikahinya. Mereka pun tinggal di cirebon untuk beberapa waktu lamanya.
Namun ternyata penyamarannya kemudian terbongkar, maka Ki Pandan Alam pun dihukum untuk menebus kesalahannya. Tinggalah Nyi Mas Belimbing yang kecewa dan sedih karena merasa telah tertipu. Dia malu untuk kembali ke pertapaan, juga takut karena telah melanggar perintah ayahnya. Akhirnya karena rasa malu itu Nyi Mas Belimbing pun mengakhiri hidupnya. 

Anehnya, setelah beberapa bulan kemudian, dari kuburannya terdengar suara tangis bayi. Hal itu tentu saja membuat masyarakat yang tinggal di sekitar situ ketakutan. Beberapa dari mereka kemudian melaporkan kejadian itu kepada Sunan Gunung Jati yang segera memerintahkan untuk membongkar kuburan Nyi Mas Belimbing.
Benar saja, ternyata di dalam kuburan itu ada seorang bayi laki-laki mungil. Sunan Gunung Jati menamainya Cikal dan mengangkatnya menjadi putranya.
Konon, setelah besar, Cikal ini sering mengembara dan pernah bertemu dengan Nabi Khaidir. Karena sangat cerdas, maka nabi Khaidir mengangkatnya menjadi murid. Dia ikut mengembara bersama Nabi Khaidir dan tidak pernah kembali ke Cirebon.

Sumber :
http://www.freewebs.com/dongengperi/Tales/dong%20indo/belimbing1.html
Read full post »
 

Copyright © Indonesia Folk Tales Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger