Monday, December 22, 2008

Asal-Usul Gunung Saba Mpolulu

Gunung Saba Mpolulu terletak di Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Dalam bahasa setempat, kata Saba berarti terpongkah, jatuh, atau hilang sebagian, seperti mata kapak yang sompel akibat berbenturan dengan batu atau benda keras lainnya. Sedangkan kata Mpolulu berarti kapak. Oleh masyarakat Kabaena, kata Saba Mpolulu diasosiasikan pada bentuk puncak gunung seperti kapak yang terkena benda keras. Menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Kabaena, terpongkahnya puncak gunung Saba Mpolulu tersebut disebabkan oleh sebuah peristiwa dahsyat yang terjadi di daerah itu. Peristiwa apakah sebenarnya yang terjadi, sehingga puncak Gunung Saba Mpolulu terpongkah atau hilang sebagian? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Asal Usul Gunung Saba Mpolulu berikut ini.

* * *

Konon, di Sulawesi Tenggara, Indonesia, ada dua buah gunung yang terletak berjauhan. Yang satu terletak di daerah Labunoua (sebelah timur) dan yang satunya lagi terletak di daerah Kabaena (sebelah barat). Gunung yang berada di Labunoua bernama Gunung Kamonsope, sedangkan gunung yang berada di Kabaena bernama Gunung Mata Air. Di masing-masing gunung tersebut ada penunggu atau penjaganya. Gunung Kamonsope dijaga oleh seorang perempuan cantik, sedangkan Gunung Mata Air dijaga oleh seorang laki-laki bertubuh gendut dan berambut gondrong.

Pada suatu ketika, musim kemarau melanda daerah itu selama berbulan-bulan, sehingga seluruh daerah itu kekurangan air. Kecuali Gunung Kamonsope, persediaan airnya masih melimpah. Oleh penjaganya, air tersebut digunakan untuk mengairi daerah sekitar Gunung Kamonsope yang ditumbuhi oleh pepohonan dan tanaman.

Sementara itu, Gunung Mata Air sangat kekurangan air. Jangankan untuk mengairi pepohonan dan tanaman, air untuk digunakan mandi pun sulit diperoleh. Memang aneh. Walaupun gunung itu bernama Gunung Mata Air, tetapi masih tetap kekurangan air.

Suatu hari, penjaga Gunung Mata Air meminta air kepada penjaga Gunung Kamonsope untuk mengairi daerah sekitar Gunung Mata Air yang dilanda kekeringan.

“Maaf saudari, bolehkah aku meminta sebagian airmu?” pinta penjaga Gunung Mata Air dengan sopan.

”Maaf Tuan, aku tidak dapat memberikanmu air, karena aku juga membutuhkan banyak air,” jawab penjaga Gunung Kamonsope.

Beberapa kali penjaga Gunung Mata Air meminta air, namun penjaga Gunung Kamonsope tetap menolak permintaannya. Hal ini membuat penjaga Gunung Mata air menjadi murka.

”Jika kamu tidak mau memberikan airmu, aku akan memaksamu!” seru penjaga Gunung Mata Air dengan kesal.

”Jika aku tidak mau memberimu air, itu adalah hakku. Kenapa kamu memaksa? Tapi, kalau kamu berani, silahkan!” tantang penjaga Gunung Kamonsope.

”Dasar perempuan pelit! Kalau itu maumu, tunggu saja pembalasanku!” seru penjaga Gunung Mata Air lalu segera kembali ke tempatnya dengan perasaan marah.

Sesampainya di Gunung Mata Air, lelaki gemuk itu langsung merebahkan tubuh di pembaringannya. Pikirannya mulai berkecamuk memikirkan bagaimana cara memperoleh air dari perempuan itu dengan paksa. Kemudian, tiba-tiba sesuatu terlintas dalam pikirannya.

”Aku ini adalah laki-laki, sedangkan penjaga Gunung Kamonsope adalah perempuan. Ah, masa aku dilecehkan oleh perempuan itu. Aku akan menembaknya dengan meriamku,” pikirnya.

Rupanya penjaga Gunung Mata Air merasa harga dirinya diinjak-injak, sehingga membuatnya tambah marah dan memutuskan untuk memerangi penjaga Gunung Kamonsope dengan menggunakan kekuatan senjata. Ia pun mengeluarkan senjata meriamnya.

”Dengan meriam ini, aku akan menghancurkan Gunung Kamonsope sampai berkeping-keping,” gumam penjaga Gunung Mata Air.

Setelah itu, penjaga Gunung Mata Air segera menembakkan meriamnya.

”Duorr...!” terdengar suara letusan.

Tembakan pertama itu tidak mengenai sasaran. Tembakan kedua pun diluncurkan, namun masih meleset. Tembakan ketiga, peluru tidak sampai ke sasaran. Berkali-kali penjaga Gunung Mata Air meluncurkan peluru meriamnya, namun tidak ada yang mengenai sasaran. Ia pun semakin murka dan emosinya tidak terkendali. Ia menembakkan satu persatu peluru meriamnya ke arah Gunung Kamonsope, namun tidak satu pun yang mengenai sasaran. Tanpa disadarinya, ternyata ia telah kehabisan peluru.

Sementara itu, penjaga Gunung Kamonsope yang mengetahui tempatnya diserang segera mengambil senjata untuk membalasnya. Ia pun mengeluarkan meriamnya yang ukurannya lebih besar daripada meriam milik penjaga Gunung Mata Air. Hanya sekali tembak, peluru meriamnya langsung mengenai sasaran.

”Duooorrr...!!! Booom....!!! ” terdengar suara letusan yang sangat dahsyat.

Peluru meriam itu tepat mengenai puncak Gunung Mata Air hingga terpongkah. Puncak gunung itu hilang sebagian sehingga membentuk seperti kapak yang terkena benda keras. Sejak peristiwa itu, Gunung Mata Air berganti nama menjadi Gunung Saba Mpolulu.

* * *

Demikian cerita Asal Mula Gunung Saba Mpolulu dari daerah Sulawesi Tenggara, Indonesia. Cerita di atas tergolong cerita legenda yang mengandung nilai-nilai moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya ada dua pesan moral yang diambil dari cerita di atas, yaitu sifat kikir atau pelit dan sifat suka memandang remeh orang lain.

Pertama, sifat kikir atau pelit. Sifat ini tercermin pada perilaku penjaga Kamonsope yang tidak mau membagi rezeki Tuhan kepada orang lain. Dari sini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa sifat kikir atau pelit dapat menimbulkan terjadinya suatu tindak kekerasan ataupun peperangan.

Kedua, sifat suka memandang remeh orang lain. Sifat ini tercermin pada perilaku penjaga Gunung Mata Air yang memandang remeh kemampuan penjaga Gunung Kamonsope sebagai seorang perempuan. Namun, tanpa diduga, ternyata perempuan itu memiliki senjata yang lebih ampuh. Pelajaran yang dapat diambil dari sini bahwa hendaknya seseorang tidak mengukur kemampuan orang lain hanya dengan melihat bentuk fisiknya. Dikatakan dalam Tunjuk Ajar Melayu:

kalau suka merendahkan orang lain,
kalau tidak jadi abu, menjadi arang

(SM/sas/83/05-08)

Sumber:
Isi cerita diadaptasi dari Sidu, La Ode. 2001. Cerita Rakyat dari Sulawesi Tenggara. Jakarta: Grasindo.
Anonim. “Kabupaten Bombana”, (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bombana, diakses pada tanggal 21 Juni 2008).
Hariningtyas, Firsty. “Kisah Dua Gunung,” (http://sunarno.co.cc/id/?p=76, diakses pada tanggal 21 Juni 2008).
Effendy, Tenas. 1994/1995. “Ejekan” Terhadap Orang Melayu Riau dan Pantangan Orang Melayu Riau. Pekanbaru, Bappeda Tingkat I Riau.
Http://melayuonline.com

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright © Indonesia Folk Tales Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger